Malam ini tadi, aku kesulitan untuk tidur seperti biasanya. Beruntung ponselku sedang sunyi. Aku memutuskan untuk membaca sebuah buku romansa cinta. Setengah jam berlalu, kemudian pada satu narasinya mengingatkanku pada sebuah band kesukaanku beberapa tahun lalu.
Banda Neira.
Aku menyukai setiap lagunya ketika aku masih SMA, dan sekarang aku kuliah menginjak semester 3.
Mengingat itu aku langsung terdiam, entahlah rasa itu hadir lagi. Dan mataku jelas berkaca-kaca.
Bukannya aku melanjutkan membaca buku novelku, aku malah memasang headset di kedua telingaku lalu aku mendengarkan satu lagu. Yang aku percaya dapat membacaku ke maqa lalu.
Rasanya, damai. Mengingat masa yang indah. Memori itu terus berputar. Lagi, dan lagi.
Hujan yang aku lewati, karena terburu waktu.
Senja yang mampu membuatku berhenti, untuk mengabadikannya.
Biar aku bagi, setidaknya kita adalah dua insan yang selalu mudah untuk sekedar bertemu. Sedekat itu, dan aku tidak pernah merasa kesulitan untuk ingin berjumpa, bermain, bercerita, dan bersama. Tahun terakhir, kita berjuang bersama, ada mimpi yang perlu dikejar.
Kita berjuang bersama. Dan pada akhirnya, kita berhasil.
Hari terakhir kita baik-baik saja adalah ketika hari terakhir aku berada di kotaku, sebelum aku merantau. Ku kira ia akan menyusulku, tapi pada tanggal 31 Juli 2019, menjadi hari di mana aku menyadari bahwa, dia akan pergi jauh dariku.
Saat itu ego menguasaiku, ada hal yang tidak bisa kujelaskan di sini. Aku membencinya, dan aku terluka untuk melihatnya. Sejak itu, kita tidak baik-baik saja. Begitu memori berputar menampilkannya di hadapan mataku berwujud khayalan.
Kemudian aku beranjak dari ranjangku, duduk di kursi belajarku. Membuka semua kenangan itu, buku-buku kecilku. Dan aku membaca apa yang pernah aku tulis di dalamnya. Sebagian besar ungkapan terimakasih dan maaf.
Terimakasih dan maaf.
Memang hanya itu, terimakasih atas rasa bahagia, dan maaf atas rasa luka.
Tidak terasa ya, hampir satu tahun kita menjadi asing. Ini salahku dan aku ingin minta maaf lewat tulisan ini. Agar setidaknya tidak membebaniku lagi. Maaf atas sikapku yang waktu lalu, sungguh mengecewakan. Harusnya aku tidak begitu, dan aku menyesali itu.
Bersama dengan ini, aku sembari membaca sebuah tulisan yang mungkin sudah 3 tahun usianya.
"Sebaik-baiknya aku, lebih baik kamu yang telah menjadikanku baik."
Ya, dia baik. Dia tulus. Dan aku hampir selalu bisa memaafkan hal kecil kesalahannya.
Dia baik karena dia, selalu berusaha untukku. Dan dia sempat menjadi dunia kecilku.
Dunia kecil yang hilang.