Minggu, 29 September 2019

JULI

"Rei, aku rindu."

"Iya, esok kita bertemu?"

"Saat ini. Saat ini kita bertemu."

"Esok lagi?"

"..."

"Berpura-puralah ya Nan,?"

"Hah?"

"Iya, pura-pura bahwa esok akan baik-baik saja."

"Bagaimana?"

"Nanti, kabari aku sudah di stasiun. Kabari aku ketika sudah tiba. Kabari aku seperti biasa."

"Lalu?"

"Jangan kabari aku bahwa itu kali terakhir."

"Iya, untuk apa?"

"Biar aku, tetap tenang selama melepas."

"Iya,"

"Yakin Nan?"

"Yakin."

"Harus?"

"Harus."

"...."

"Hallo. Aku sudah di stasiun. Baik-baik ya di sini, nanti aku kembali."

"Benar Nan?"

"Hm?"

"Oke aku tunggu kembali ya..."

"..."

"Nan? Sudah sampai?"

"Udah ya Rei?"

"Iyaa?"

"Udah. Kamu bisa."

"Iya aku bisa."

"Baik-baik Rei."

"Iya Keenan."

Sesederhana itu sandiwaranya.

APRIL

Nan, makasih ya?
Aku lega sekarang, melihat kamu baik-baik saja.
Walau di sini, aku tidak pernah lagi melihat senyummu, tidak pernah lagi kenal siapa seorang di balik senyummu kini, tidak pernah lagi mendapat tatapmu.
Tapi aku cukup paham, bahwa kamu di sana bahagia.

Terimakasih untuk hati dan jiwamu yang kuat bertahan diterpa ribuan panah, sehingga kita punya sedikit waktu.
Waktu untuk bertukar senyum.

Benar Nan? 
Benar kamu jauh sekali sekarang. Setelah semuanya terasa bahagia. Kamu suka sekali memberi kejutan. Harusnya wanita suka itu. Namun aku tidak.

Nan, kapan pulang?
Kapan ya bertemu?
Seperti matahari dan bulan ya Nan? Benar adanya, tapi tidak pernah bersua.

Katamu,

"Nanti kita bertemu lagi."

Suara. Suara itu yang aku bawa. Yang aku dengar, aku simpan. Tepat sebelum kamu memutuskan pergi. Tidak kembali.

Dustamu kali terakhir.

Oh ya, aku lupa.
Itu pintaku,
Berpura-puralah seakan semua baik-baik saja. Sehingga aku dengan tenang mampu melepasmu.

Kamu melakukannya sebaik mungkin. Kamu melakukan tepat sebelum memutuskan pergi. Tidak. Kembali.

Need To Remember

 Ini aku, pribadi yang bahagia di tahun dua ribu dua puluh satu. Aku belajar memaafkan dan berdamai pada diri sendiri yang melakukan banyak ...