Kamu mulai menyerah setelah menanti sekian lama.
Bersiap-siap mengakhiri segala penantian.
Namun di penghujung, tepat saat kamu hendak memejamkan mata.
Ia hadir, memberi harapan.
Seketika itu, kamu harus menahan mata untuk terpejam.
Sebab, kamu rasa penantianmu telah usai dengan tujuan.
Bersiap-siap mengakhiri segala penantian.
Namun di penghujung, tepat saat kamu hendak memejamkan mata.
Ia hadir, memberi harapan.
Seketika itu, kamu harus menahan mata untuk terpejam.
Sebab, kamu rasa penantianmu telah usai dengan tujuan.
Namun, kamu salah.
Ia datang tanpa rasa apapun yang dibawa.
Kamu menerima dengan penuh sukacita.
Namun, tidak sampai melewati suatu masa.
Ia berpamitan meninggalkanmu kembali.
Kamu menerima dengan penuh sukacita.
Namun, tidak sampai melewati suatu masa.
Ia berpamitan meninggalkanmu kembali.
Ya.
Itu artinya, kamu harus menanti kembali bukan?
Dengan penuh lapang dada juga tanpa kejelasan.
Kamu bersiap-siap untuk sebuah penantian yang kesekian kali.
Menahan kantuk yang tadinya menjadi-jadi.
Dengan penuh lapang dada juga tanpa kejelasan.
Kamu bersiap-siap untuk sebuah penantian yang kesekian kali.
Menahan kantuk yang tadinya menjadi-jadi.
Bodoh sekali, kan?
Jika benar ia yang kamu nanti.
Mengapa ketika ia datang, itu bukan merupakan tujuan?
Ia datang untuk pergi.
Dan pergi untuk kembali.
Jika benar ia yang kamu nanti.
Mengapa ketika ia datang, itu bukan merupakan tujuan?
Ia datang untuk pergi.
Dan pergi untuk kembali.
Begitu seterusnya.
Lantas, untuk sebuah apakah kamu menunggu?
Jika kehadiranmu menanti kehadirannya saja.
Tidak terlihat.
Seperti halnya angin lalu.
Ada, namun tidak selalu tampak.
Jika kehadiranmu menanti kehadirannya saja.
Tidak terlihat.
Seperti halnya angin lalu.
Ada, namun tidak selalu tampak.
Angelawidi
27 Mei 2018.
27 Mei 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar